Pameran Foto “Memori dari Bawah Tanah: Mengingat dan Memotret Hak-Hak Dasar Korban Lumpur Lapindo”
TEMPO Interaktif, Jakarta- Bencana lumpur Lapindo yang terjadi sejak akhir Mei 2006, saban hari mengeluarkan sekitar 100.000 meter kubik material lumpur dari dalam perut bumi. Material semburan itu ditampung dalam tanggul seluas sekitar 800 hektare dan secara perlahan disalurkan ke sungai Porong. Bencana ini telah menyebabkan sebayak 4 desa di Sidoarjo, Jawa Timur – Kedungbendo, Siring, Jatirejo, dan Renokenongo – tenggelam oleh lumpur.
Selain itu, Desa Gempolsari, yang terletak persis di utara tanggul penampung lumpur, menjadi tidak layak huni lagi. Bahkan, belakangan beberapa desa – Besuki Barat, Pejarakan, Kedungcangkring, Jatirejo Barat, Siring Barat, dan tiga RT di Desa Mindi – menyusul masuk ke dalam peta area terdampak. Total jenderal, pada 2008 tercatat sebanyak 10.106 kepala keluarga terpaksa meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka.
Boleh dibilang, bencana ini hampir dilupakan orang. Untuk itu, Lafadl Initiatives, sebuah lembaga nirlaba, menggelar pameran foto bertajuk “Memori Bawah Tanah: Mengingat dan Memotret Hak-Hak Dasar Korban Lumpur Lapindo”. Pameran yang bekerja sama dengan lembaga Hivos ini digelar di Galeri Cipta 3, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, sepanjang 5-7 Januari ini.
Pameran foto ini adalah hasil dari workshop fotografi yang dilakukan sejumlah warga dari desa-desa yang terkena dampak lumpur Lapindo. Mereka menggambarkan kondisi hak-hak asasi manusia di Porong, Sidoarjo. Foto-foto yang dipamerkan lahir dari mata mereka yang terkena langsung dampak lumpur Lapindo.